Tuesday, 20 December 2011

Selamat Hari Ibu

Opick
Satu Rindu ( Feat Amanda )

Hujan teringatkan aku
Tentang satu rindu
Dimasa yang lalu
Saat mimpi masih indah bersamamu

Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau ibu Oh ibu

Alloh izinkanlah aku
Bahagiakan dia
Meski dia telah jauh
Biarkanlah aku
Berarti untuk dirinya
oh ibu oh ibu kau ibu

Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau ibu

Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau ibu oh ibu kau ibu
oh ibu oh ibu

Hujan teringatkan aku
Tentang satu rindu
Dimasa yang lalu
Saat mimpi masih indah bersamamu
Kau ibu kau ibu kau ibu

Lagu itu terdengar begitu mengharukan. Saat mendengarkan lagu itu, rasanya mata ini menjadi basah. Saat membicarakan ibu kita, terbayang sesosok wanita yang begitu hebat. Rasanya tidak satupun anak yang menyangkal bahwa ibu masing-masing begitu hebat. Bagaimana tidak, ibu saya misalnya. Beliau yang mengandung dan kemudian melahirkan kami bertujuh. Kemudian merawat kami bertujuh sampai dewasa. Bahkan setelah kami punya anak pun masih membantu kami merawat cucu.

Saya yang baru hamil dan melahirkan satu kali saja sudah merasa begitu kepayahan dan kesakitan. Menjaga seorang anak juga ternyata bukan pekerjaan yang tidak melelahkan walaupun sebenarnya begitu menyenangkan.

Sungguh pantas sekali kalau Allah SWT menaikkan derajatnya.

Ibu saya yang ibu rumah tangga selalu membuat saya takjub karena kalau melihatnya seperti tidak kenal lelah. Tiap saya bangun subuh, saya sudah mendengar suara kompor dihidupkan. Semoga Allah SWT selalu memberinya kesehatan.

Thursday, 17 November 2011

Our Long Distance Relationship

Ngambil-ambil, 7 Juli 2011

Menjalani hubungan jauh-jauhan seperti ini (Long Distance Relationship) seperti ini bukanlah keinginan kami. Sampai saat ini, setelah 2 tahun menikah, saya rasanya tidak pernah terbiasa dengan ini. Saya masih selalu saja menangis ketika dia akan berangkat kerja lagi.

Saya ingat waktu kami baru saja menikah, dia kerja di Sragen, saya mau berangkat jaga malam, malam itu dia tidak pulang ke Nguter, tapi ke tempat mertua di Jaten. Waktu itu saya menangis, karena saya sedih sekali tidak bisa bertemu dengannya untuk pertama kali semenjak kami menikah. Setelah menikah dia kerja beberapa bulan di Solo. Alhamdulillah, saya tidak langsung ditinggal:). Menjelang lebaran, saat mengantar suami yang akan berangkat ke Bandung naik pesawat, saya menangis lagi, karena ini pertama kalinya kami benar-benar berjauhan. Bahkan keluar dari bandara saya menangis. Malu sama tukang parkir, hehe. Apalagi mendapati sebungkus coklat dan sepucuk surat di tas saya, tangis saya rasanya benar-benar tidak mau berhenti. Katanya menepati permintaan saya supaya dia memberi saya surat cinta:D. Surat itu masih saya simpan rapi di kamar.

Sampai beberapa bulan yang lalu, saat dia mulai bertugas di Banjarmasin, bisa dihitung berapa kali dia baru pulang setelah 2 minggu. Dia selalu pulang seminggu sekali. Kalau tidak pulang lebih dari seminggu, pasti saya sudah menangis ditelepon. Saat dia bertugas di Banjarmasin, mau tidak mau, saya harus merelakannya pulang lebih dari seminggu. Pertama kali, dia baru pulang setelah 3 minggu. Rasanya benar-benar jangka waktu yang lama. Tapi mau tidak mau saya harus belajar ikhlas menjalaninya. Walaupun rasanya begitu berat, tetapi entah mengapa setelah seminggu, dua minggu, dan sampai 3 minggu saat dia pulang, saya tidak menangisinya. Biasanya saya menangis kalau dia mau berangkat. Kalau saya menangis, dia bilang pada saya supaya saya sabar, insyaAllah demi masa depan kami:). Apalagi sekarang ada Aslam, jadi saya cukup terhibur sekarang, tidak terlalu kesepian. Mungkin dia lebih merana, karena sekarang ada Aslam yang menggemaskan dan selalu bikin kangen.

Rasanya sekarang, mulai saat dia bertugas di Banjarmasin, saya belajar. Belajar bahwa, supaya hati saya sedikit semeleh, kata orang Jawa, saya harus banyak bersyukur dan bukan menyesali apa yang belum kami miliki sekarang. Dengan bersyukur dengan apa yang kami punya, hati rasanya lebih ayem dan rasanya Allah SWT memberikan saya tambahan kekuatan untuk menjalaninya. Banyak yang bisa saya syukuri. Suami masih rutin pulang paling tidak sebulan sekali. Sementara orang lain, ada yang suaminya pergi berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun baru pulang. Berarti saya lebih beruntung. Punya suami yang baik, sabar, perhatian, penyayang, insyaAllah shalih, tidak segan membantu mengerjakan tugas saya kalau dia pulang. Ganteng lagi. Saya tau dia selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk kami. Beruntungnya saya. Tidak semua suami seperti dia. Walaupun kadang-kadang tidak sesuai harapan, tapi secara keseluruhan saya tetaplah beruntung. Sayapun sering tidak sesuai harapannya. Manusiawi lah..

Tidak akan ada pasangan yang menyukai menjalani pernikahan jarak jauh, rasanya terlalu berat. Tapi saya tidak pernah menyesal menikah dengannya. Saya bersyukur sekali. Rasanya memang benar bahwa kita harus pandai-pandai bersyukur. Karena bersyukur rasanya membuat hidup kita lebih bermakna.

Happy 2nd anniversary, Sayang. Maafkan istrimu yang masih harus banyak belajar ini. Terima kasih selalu memberi kesempatan untuk belajar jadi lebih baik.

Tuesday, 15 November 2011

Anak yang "Gendongan"

Saya ingat sekali sewaktu Aslam usia 2-6 bulanan, seringkali orang bertanya, baik itu saudara ataupun kawan, "Anak kamu gendongan?". Seringkali dulu waktu saya belum paham, saya juga merasa kesusahan ketika Aslam yang saya tidurkan sambil digendong, begitu saya letakkan di tempat tidur, beberapa saat kemudian terus bangun. Juga kalau sering digendong, seringkali kita mendengar pendapat seperti itu. Dalam pikiran saya waktu itu, saya sudah salah mengasuh anak saya.

Tetapi ternyata seiring dengan waktu, tidak seperti pikiran saya itu. Lazim sekali kalau anak senang digendong. Menurut teori attachment parenting-nya Dr. Sears, menggendong anak adalah salah satu bagian dari attachment parenting. Dalam gendongan yang "cerdas" dia akan belajar dunia orang dewasa.

Dan kenyataannya di kemudian hari, saat dia sudah mobile, misalnya sudah merangkak, jarang sekali dia meminta gendong. Kadang kita paksa gendong pun susah karena dia suka menjelajah. Jadi saya pikir, saat dia belum mobile, dia butuh orang untuk membawa dia supaya bisa mengamati berbagai hal menarik dari dunia orang dewasa. Tidur pun begitu, saat ini jarang sekali saya menidurkannya sambil digendong. Kalau saya gendong biasanya tidak akan lama malahan.

Jadi, jangan takut menggendong anak kita:). Tidak akan membuat anak kita kurang aktif, tetapi malah sebaliknya.

Thursday, 4 November 2010

Pengen balik

Setelah sekian lama, pengen juga nulis2 lagi. Ternyata posting terakhir sudah 2 tahun yang lalu. Hwaaah.. seumur dengan kelulusan saya. Banyak sekali yang berubah. I'm now a wife and a mother of a wonderful boy. Alhamdulillah..

Monday, 2 June 2008

my last 10-weeks clerkship

Setelah 10 minggu, akhirnya aku bisa memulai tidur tanpa merasa was-was besok musti mandi pagi-pagi. He3.. Finally, stase 10 minggu terakhirku berakhir.. Lega.. Ternyata tidak seseram isu-isu yang beredar selama ini. Buktinya, 10 minggu stase anak lewat2 aja. Katanya pas jaga capenya minta ampun. Ya memang, capenya gak ketulungan. Tapi lewat2 saja. And i enjoyed it. Ya, saya cukup menikmatinya... Walaupun dapat pasien DSS. Tapi lewat2 saja.. (Walaupun syarat stase saya belum selesai semua :p). Entahlah, mungkin karena pasien infeksi outcomenya bagus. Yaa.. saya rasa benar, kalau kita sebaiknya melihat lebih dekat.. Seperti kata Sherina, .. dan kau bisa menilai lebih bijaksana..

Thursday, 27 December 2007

Banjir

Ngambil-ambil, 26 Desember 2007

Pagi itu, saya terbangun seperti biasa, tidak ada yang spesial, hanya pagi itu hari hujan, bukan gerimis, tapi tidak pula hujan deras. Karena hari sebelumnya adalah libur natal, maka hari itu saya berangkat dari rumah nguter. Biasanya saya naik bis pagi-pagi ke solo karena harus segera berangkat ke RS. Tapi karena hujan, ibu menyarankan untuk bawa mobil saja. Awalnya, kupikir, saya akan bawa mobil bapak saja karena mobil bapak ada di posisi paling depan. Tapi karena jalan di depan rumah kami banjir, airnya tinggi menggenang, sekitar lutut mungkin, maka ibu menyarankan untuk bawa kijang saja. Thanks God and Ibu for that.

Ternyata banjir gak cuma di sekitar desa saja. Setelah melewati jalan depan rumah kami yang tergenang air, ternyata di daerah Songgorunggi, di utara desa kami, ada lagi genangan air kira-kira setinggi lutut juga yang menggenang di jalan. Saya setir pelan-pelan lagi, rpm tinggi, begitu pesan bapak saat kami mau berangkat. Di depan nampak mobil antri panjang. Tapi saya masih belum tau apa yg ada di depan. Saya pikir, paling genangan air lagi. Ternyata memang benar, the next episode. He3.. Tapiii..yang ini lebih dahsyat saya, menurut saya. Air gak cuma menggenangi jalan. Arusnya deras sekali. Dan air tu kayaknya kok kental sekali. Jadi ngeri kelihatannya. Beberapa motor macet. Ada juga yang sempat terpeleset dan menjerit karena arusnya yang deras melintasi jalan raya (karena saya mengerem! Maaf ya, mbak. Soalnya motor di depan saya tiba-tiba mandek.)

Setelah lewat jembatan kepuh, air sudah lebih surut, walaupun masih ada episode lain di utara jembatan kepuh, yang memang biasanya mengalami banjir kalo hujan. Saya pikir, "ah, iki wis biasa. Biasane banjir juga kok di sini yen hujan." Jalan raya yang saya lewati sempat bersih dari air walaupun di sebelah kanan dan kiri air menggenang tinggi, termasuk juga di SMP 4 kepuh yang tempatnya di tepi jalan raya. Rasanya wis agak lega.

Di sebelah selatan terminal sukoharjo, air juga menggenang sampai ke jalan raya. Di satu bagian yang di tepi jalan adalah sawah, arus mengalir cukup deras juga. Tapi ini tetap gak sedahsyat di kepuh.

Setelah masuk kota, lega rasanya, soalnya bersih dari air. Gak ada genangan air. Kupikir, ke utara lagi, pastinya bersih lah yaa.. Wong jalannya gede, lapang lagi (Ta pikir2, ada hubungannya po? Ha3..) Ya, maksudku, wong jalannya lapang, mosok air mau menggenang di jalan raya. Eh, ternyata.. di daerah telukan, sekitar garasi bis Gunung Mulya, episode berikutnya (walah, kok masih bersambung!). Kata orang2 yang berpapasan dengan kami, air setinggi dada (nantinya, saya tau kalau itu agak berlebihan). Katanya, ada bis yang kebawa arus. Bah, gimana gak deg2an coba. Aku cuma berdua dengan cici, adikku. Walah piye ki, begitu pikirku. Orang-orang yang ada di tepi jalan menyarankan supaya kami balik saja. Haaah?? Baliiik?? Yang benar saja. Membayangkan jalan yang sebelumnya kami lewati, walah, yo nanggung banget. Akhirnya, nekat lah.. Beberapa mobil di depan kami sudah muter balik, katanya lewat jalan alternatif, ParangJoro, begitu kata bapak2 yang bawa mobil di depan kami. Saya akhirnya nekat lewat. Memang ngeri kelihatannya. Karena jalannya lapang, dan di kanan kiri ada sungai+sawah, jadi hamparan air terlihat begitu luas. Arusnya agak deras, tapi menurut saya, masih lebih deras yang di daerah Kepuh. Apalagi dibumbui dengan cerita kanan-kiri. He3.. Begitu lewat, legalah.. walaupun masih lewat 1 episode kecil lagi di daerah Cluringan, tapi gak seberapa.

Setelah lewat Solobaru, lega rasanya.. Solo Baru+Solo lebih bersih. Gak ada genangan air, walaupun di gang-gang kecil air setinggi dada.. Jadi, hari itu, Nguter-Solo kami tempuh selama 2 jam. Bonus deg-degan. He3.. Cukup sekali saja ya, gak mau lagi..

Thursday, 6 December 2007

John Nash and Me

... Johny takes out a chess set, and father and son sit down to play. Nash is “less than mediocre”. At one point, he wants to take back a bad move, Johny lets him. Then Nash wants to take back another.
“Dad, if you keep doing that, you’ll win,” says Johny.
“But when I play against the computer, I’m allowed to take back moves,” Nash says.
“But, Dad,” protests Johny, “I’m not a computer! I’m a human being!”

Reawakening. In: A Beautiful Mind. The Life of Mathematical Genius and Nobel Laureate John Nash: 476-7.


Saya merasa “kena” sekali saat membaca satu bagian kecil dari biografi John Forbes Nash yang tebal dan tulisannya, buseet, kecil dan rapat sekali. Ya, seringkali kita merasa sudah salah dalam mengambil suatu keputusan, yang kemudian membuat kita berandai-andai kita bisa mengulang waktu itu, dan mengganti langkah yang telah kita ambil. Sering kita ingin meng’undo’ langkah yang sudah kita ambil. Dasar generasi komputer! Kepribadiannya kayak komputer. Hahahaa.. Tapi, gak mungkin tentunya. Bayangkan kalau semua orang meng’undo’ langkahnya. Yang jelas itu tidak hanya akan terjadi sekali. Karena manusia tidak akan pernah puas. Selalu saja merasa ada yang kurang ataupun salah. Yang penting adalah bagaimana kita bertanggung jawab dengan keputusan yang sudah kita ambil. Karena tentunya keputusan itu sudah kita pikirkan baik-baik apa baik buruknya. Bukan begitu? Karena apapun yang sudah kita putuskan itu, akan membawa banyak kemungkinan-kemungkinan baru yang bisa terjadi..


..waktu memiliki tiga dimensi, seperti ruang. Dan karena satu benda bisa bergerak tegak lurus ke tiga arah, horisontal, vertikal, dan membujur, maka sebuah benda dapat berada dalam tiga masa depan yang saling tegak lurus..
..Beberapa orang memandang enteng pada keputusan-keputusan, mengatakan bahwa semua kemungkinan dari keputusan-keputusan itu akan terjadi. Sementara yang lain bersikukuh bahwa tiap keputusan harus dipertimbangkan masak-masak dan dilaksanakan, sebab tanpa rasa tanggung jawab akan terjadi kekacauan. Orang-orang ini puas menjalani kehidupan di dunia yang saling bertentangan, sepanjang mereka memahami alasan masing-masing.

Alan Lightman, Mimpi-Mimpi Einstein.