Monday 25 April 2016

Jakarta, end of April

I think i'll miss this place. Ya Alloh, beruntungnya saya pernah merasakan belajar di sini. Saya selalu bilang, tempat ini adalah negeri impian. All impossible is reality here. Bagaimana tidak, tidak mungkin kami melakukan pemeriksaan itu di tempat asal kami. Sebenarnya rasanya nano nano di sini. Di satu sisi saya senang karena bisa belajar di pusat jantung terbaik di Indonesia. Sistem pendidikan begitu tertata. Kebanyakan mereka sangat bersahabat dengan kami. Saya tidak dibayar di sini, tapi rasanya senang diperlakukan dengan baik, bahkan di kamar operasi, yang notabene selalu jadi momok bagi residen maupun waktu saya koas. Saya sudah residen (baca: dokter), masuk kamar operasi saya sudah disambut dengan kata-kata tidak ramah. Tapi di sini saya begitu terkesan karena saya bahkan tidak kena marah, aneh kan? Sampai saya tanya. "Bu, saya kl di ** saya biasanya kena marah loh. Kok di sini ga ada yang marah-marah ya, Bu?" Dia jawab, "Buat apa saya marah ke Dokter. Malah bikin saya cape, Dok." Itu salah satu sisi baik dari tempat ini. Mereka memperlakukan dokter dengan baik sesuai posisi. Menempatkan kami dalam posisi yang baik. Di sisi lain, kami ini hanya tamu, posisi tidak jelas, rasanya tidak jelas posisi saat jaga. Itu bad news nya. Sisi baik yang lain, kami bertemu berbagai profesi seperti teknisi, perawat, radiografer yang luar biasa. Banyak ilmu yang kami dapat. Tapi sedihnya, kami jauh dari keluarga. Saat kami harus pulang, di satu sisi saya bahagia krn akan dekat keluarga lagi, di sisi lain, kami sedih karena beranjak dar tempat yang luar biasa ini.

Tuesday 12 April 2016

Belajar Kehidupan

Hari ini, Aslam pengumuman hasil seleksi masuk SD, dan hasilnya tidak diterima. Kami mendaftarkan Aslam di sebuah SDIT di Karanganyar. Bukan sekolah negeri. Mendengar hasil itu, entah saya tidak bisa menggambarkan tepatnya perasaan saya. Dibilang tidak terima, rasanya bukan juga. Dibilang biasa saja, rasanya juga bukan. Dibilang sedih, rasanya juga bukan. Agak kaget, sedikit saja. Tp sudah begitu saja. Saya yakin Aslam bukan anak yang tidak pandai. Tapi sebenarnya saya pingin tau apa alasan tidak diterimanya. Menurut saya rasional untuk tahu. Apakah karena usianya yang baru 6 tahun saat Juli nanti? Atau karena "kedewasaan" nya masih kurang untuk masuk SD? Saya hanya ingin tau, dan saya pikir lazim untuk masukan kami. Anaknya juga belum begitu mengerti. Guru TK nya hanya bilang, bahwa dia cerita kalo umurnya baru 5,5 tahun. Hehe. Anak ini memang luar biasa. Saya bukan kecewa juga rasanya dia tidak diterima. Kami sebagai orang tua tidak memaksakan atau menargetkan suatu prestasi untuk dia. Buat saya, diikuti saja. Dia bukan tidak pintar. Dia sudah pandai baca tulis. Mungkin emosinya? Entahlah. Buat saya, ini hanya suatu titik kecil saja. Suatu titik dimana dia diberi kesempatan belajar untuk menerima bahwa kadang sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Tapi bukan berarti ini suatu kegagalan, bukan. Ibu selalu bangga padamu, Nak.