Wednesday 6 July 2016

#6716

Terlalu biasa menjadi orang terpinggir
Rasanya sudah terlalu biasa dianggap seperti ini
Kata-katapun tidak bisa menggambarkan apa itu seperti ini
Dianggap anak kecil? Saya sudah biasa
Dianggap tidak berpengetahuan? Saya juga sudah mulai terbiasa
Dianggap manja? Sudah melekat pula dalam diri saya
Dianggap malas? Rasanya sudah biasa juga
Dianggap tidak berperilaku baik? Sedang belajar untuk terbiasa
Alloh maha tahu apa yang ada dalam hati saya. Oh Alloh, sakitnya dituduh atas apa yang tidak saya lakukan. I tell my son for learning how to face such situation. But the truth is i haven't succeeded facing such situation.

Monday 25 April 2016

Jakarta, end of April

I think i'll miss this place. Ya Alloh, beruntungnya saya pernah merasakan belajar di sini. Saya selalu bilang, tempat ini adalah negeri impian. All impossible is reality here. Bagaimana tidak, tidak mungkin kami melakukan pemeriksaan itu di tempat asal kami. Sebenarnya rasanya nano nano di sini. Di satu sisi saya senang karena bisa belajar di pusat jantung terbaik di Indonesia. Sistem pendidikan begitu tertata. Kebanyakan mereka sangat bersahabat dengan kami. Saya tidak dibayar di sini, tapi rasanya senang diperlakukan dengan baik, bahkan di kamar operasi, yang notabene selalu jadi momok bagi residen maupun waktu saya koas. Saya sudah residen (baca: dokter), masuk kamar operasi saya sudah disambut dengan kata-kata tidak ramah. Tapi di sini saya begitu terkesan karena saya bahkan tidak kena marah, aneh kan? Sampai saya tanya. "Bu, saya kl di ** saya biasanya kena marah loh. Kok di sini ga ada yang marah-marah ya, Bu?" Dia jawab, "Buat apa saya marah ke Dokter. Malah bikin saya cape, Dok." Itu salah satu sisi baik dari tempat ini. Mereka memperlakukan dokter dengan baik sesuai posisi. Menempatkan kami dalam posisi yang baik. Di sisi lain, kami ini hanya tamu, posisi tidak jelas, rasanya tidak jelas posisi saat jaga. Itu bad news nya. Sisi baik yang lain, kami bertemu berbagai profesi seperti teknisi, perawat, radiografer yang luar biasa. Banyak ilmu yang kami dapat. Tapi sedihnya, kami jauh dari keluarga. Saat kami harus pulang, di satu sisi saya bahagia krn akan dekat keluarga lagi, di sisi lain, kami sedih karena beranjak dar tempat yang luar biasa ini.

Tuesday 12 April 2016

Belajar Kehidupan

Hari ini, Aslam pengumuman hasil seleksi masuk SD, dan hasilnya tidak diterima. Kami mendaftarkan Aslam di sebuah SDIT di Karanganyar. Bukan sekolah negeri. Mendengar hasil itu, entah saya tidak bisa menggambarkan tepatnya perasaan saya. Dibilang tidak terima, rasanya bukan juga. Dibilang biasa saja, rasanya juga bukan. Dibilang sedih, rasanya juga bukan. Agak kaget, sedikit saja. Tp sudah begitu saja. Saya yakin Aslam bukan anak yang tidak pandai. Tapi sebenarnya saya pingin tau apa alasan tidak diterimanya. Menurut saya rasional untuk tahu. Apakah karena usianya yang baru 6 tahun saat Juli nanti? Atau karena "kedewasaan" nya masih kurang untuk masuk SD? Saya hanya ingin tau, dan saya pikir lazim untuk masukan kami. Anaknya juga belum begitu mengerti. Guru TK nya hanya bilang, bahwa dia cerita kalo umurnya baru 5,5 tahun. Hehe. Anak ini memang luar biasa. Saya bukan kecewa juga rasanya dia tidak diterima. Kami sebagai orang tua tidak memaksakan atau menargetkan suatu prestasi untuk dia. Buat saya, diikuti saja. Dia bukan tidak pintar. Dia sudah pandai baca tulis. Mungkin emosinya? Entahlah. Buat saya, ini hanya suatu titik kecil saja. Suatu titik dimana dia diberi kesempatan belajar untuk menerima bahwa kadang sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Tapi bukan berarti ini suatu kegagalan, bukan. Ibu selalu bangga padamu, Nak.

Tuesday 8 March 2016

On fire part 1

Untuk kalian yang meremehkan kami, memandang rendah kami, merasa lebih superior daripada kami. Terimakasih sudah membuat kami merasa direndahkan. That's what i call motivation. Thank you so much.

Saturday 20 February 2016

Part of life

Baru kali ini saya berpikir bagaimana harus mengatur keuangan dengan baik. Hidup di rantau, tinggal di kos, bayar tiap kali makan, semua harus saya pikirkan. Tadinya saya tidak terpikir tentang keuangan. Uang di tabungan saya kira-kira cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 7,5 bulan. Tapi ternyata di pertengahan kebutuhan kami sedang banyak. Hehe. Masih ada sih cukup uang untuk hidup bbrp bulan lagi di jakarta. Tapi melihat nilai nominal saldo tabungan, saya jadi berpikir lagi. Saya sampaikan ke suami. Seperti biasa, dia menanggapi dengan tenang. Begitulah suami saya, selalu menenangkan. Tadinya nominalnya 8 digit, setelah saya ambil untuk bayar kos tinggal 7 digit saja. Kebetulan suami juga sedang ada pengeluaran yang cukup besar. Bukan saya kuatir, bukan pula saya sedih, tapi ketika saya sampaikan ke suami, tidak terasa air mata ini mengalir tanpa henti. Tidak pernah berada pada situasi seperti ini sejak saya kecil. Sungguh saya tidak kuatir akan kekurangan uang. Saya lbh kuatir dengan suami. Entah kuatir kenapa. Mungkin saya kuatir menyusahkannya. I love you. Terimakasih untuk selalu menjaga dan memperlakukan istrimu dengan baik. Katanya, suatu saat ini jadi cerita untuk anak cucu kita nanti. I love you so much.

Thursday 28 January 2016

Mau Marah? OK, tapi jangan kasar

Saya kadang merasa saya sudah sedikit berasa Jakarta. Sudah terlalu biasa mendengar orang marah atau dimarahi di sini. Seringkali saya tidak ambil pusing. Masuk telinga kanan dan di saat yang sama keluar telinga kiri. Saya mungkin sudah biasa dengan itu. Tapi ternyata saya tidak biasa mendengar kata-kata kasar. Begitu kata atau sikap kasar yang keluar, maka sesaat rasanya mata saya hampir berair. Marah boleh, tapi kata atau perbuatan kasar itu membekas di hati. Mungkin karena saya memang tidak terbiasa mendengar itu. Suami saya ataupun bapak ibu saya, bahkan mertua saya pun adalah orang-orang yang sangat halus dan baik perbuatan maupun kata-katanya. Saya menjadi tidak terbiasa dengan itu. Atau mungkin saya orang yang terlalu sensitif dan ambil hati. Entahlah. Tapi yang jelas sampai sekarang saya belum terbiasa. Dan tidak mau terbiasa. Semoga tidak. Alhamdulillah, terimakasih Ya Alloh sudah memberikan orang-orang yang baik di sekelilingku. Semoga Engkau selalu menjaganya.

Saturday 23 January 2016

Stase Jakarta

Stase Jakarta itu menyenangkan dalam segi ilmu dan ketertiban sebagai anak sekolah. Saya terus terang ngiri dengan sistem yang sangat tertata. Penghargaan terhadap PPDS juga cukup layak. Tetapi saya sebagai seorang ibu dan istri, stase Jakarta menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan dilihat dari segi keluarga. Menjadi dokter jantung adalah impian saya. Dan saya senang sekali bisa menjadi bagian pusat jantung di negeri ini. Tapi meninggalkan keluarga adalah terlalu berat. Aslam juga sudah mulai besar. Dia sudah mulai bisa menghibur ibunya ketika saya menangis ketika harus pergi lagi. Tapi sejak bayi, saya tidak pernah berpisah dengannya dalam waktu yang cukup lama. Saat dia bangun tidur, entah sudah sadar penuh atau belum, dia bertanya, "Ibu kapan selesai ke Jakarta?". Lalu sedihlah saya. Terimakasih sudah menjadi bagian yang tangguh dalam menggapai mimpi ibu. Entah apa jadinya kl suami tidak mendukung. Rasanya, saya bisa meninggalkan semua mimpi ini demi kalian berdua. Tapi kalian berdua mendukung ibu dengan sepenuhnya. I love you so much, dear ayah dan Aslam. Semoga Alloh melimpahkan barakahnya atas kita semua.