tag:blogger.com,1999:blog-86518119145527225322024-03-14T15:30:41.687+07:00an insightRisalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.comBlogger29125tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-291128415232139572016-07-06T12:47:00.001+07:002016-07-06T16:23:57.409+07:00#6716<p dir="ltr">Terlalu biasa menjadi orang terpinggir<br>
Rasanya sudah terlalu biasa dianggap seperti ini<br>
Kata-katapun tidak bisa menggambarkan apa itu seperti ini<br>
Dianggap anak kecil? Saya sudah biasa<br>
Dianggap tidak berpengetahuan? Saya juga sudah mulai terbiasa<br>
Dianggap manja? Sudah melekat pula dalam diri saya<br>
Dianggap malas? Rasanya sudah biasa juga<br>
Dianggap tidak berperilaku baik? Sedang belajar untuk terbiasa<br>
Alloh maha tahu apa yang ada dalam hati saya. Oh Alloh, sakitnya dituduh atas apa yang tidak saya lakukan. I tell my son for learning how to face such situation. But the truth is i haven't succeeded facing such situation. </p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-56633732382005536462016-04-25T21:25:00.001+07:002016-04-25T21:25:57.655+07:00Jakarta, end of April<p dir="ltr">I think i'll miss this place. Ya Alloh, beruntungnya saya pernah merasakan belajar di sini. Saya selalu bilang, tempat ini adalah negeri impian. All impossible is reality here. Bagaimana tidak, tidak mungkin kami melakukan pemeriksaan itu di tempat asal kami. Sebenarnya rasanya nano nano di sini. Di satu sisi saya senang karena bisa belajar di pusat jantung terbaik di Indonesia. Sistem pendidikan begitu tertata. Kebanyakan mereka sangat bersahabat dengan kami. Saya tidak dibayar di sini, tapi rasanya senang diperlakukan dengan baik, bahkan di kamar operasi, yang notabene selalu jadi momok bagi residen maupun waktu saya koas. Saya sudah residen (baca: dokter), masuk kamar operasi saya sudah disambut dengan kata-kata tidak ramah. Tapi di sini saya begitu terkesan karena saya bahkan tidak kena marah, aneh kan? Sampai saya tanya. "Bu, saya kl di ** saya biasanya kena marah loh. Kok di sini ga ada yang marah-marah ya, Bu?" Dia jawab, "Buat apa saya marah ke Dokter. Malah bikin saya cape, Dok." Itu salah satu sisi baik dari tempat ini. Mereka memperlakukan dokter dengan baik sesuai posisi. Menempatkan kami dalam posisi yang baik. Di sisi lain, kami ini hanya tamu, posisi tidak jelas, rasanya tidak jelas posisi saat jaga. Itu bad news nya. Sisi baik yang lain, kami bertemu berbagai profesi seperti teknisi, perawat, radiografer yang luar biasa. Banyak ilmu yang kami dapat. Tapi sedihnya, kami jauh dari keluarga. Saat kami harus pulang, di satu sisi saya bahagia krn akan dekat keluarga lagi, di sisi lain, kami sedih karena beranjak dar tempat yang luar biasa ini.</p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-6841630512527166002016-04-12T17:43:00.001+07:002016-04-12T17:43:04.262+07:00Belajar Kehidupan<p dir="ltr">Hari ini, Aslam pengumuman hasil seleksi masuk SD, dan hasilnya tidak diterima. Kami mendaftarkan Aslam di sebuah SDIT di Karanganyar. Bukan sekolah negeri. Mendengar hasil itu, entah saya tidak bisa menggambarkan tepatnya perasaan saya. Dibilang tidak terima, rasanya bukan juga. Dibilang biasa saja, rasanya juga bukan. Dibilang sedih, rasanya juga bukan. Agak kaget, sedikit saja. Tp sudah begitu saja. Saya yakin Aslam bukan anak yang tidak pandai. Tapi sebenarnya saya pingin tau apa alasan tidak diterimanya. Menurut saya rasional untuk tahu. Apakah karena usianya yang baru 6 tahun saat Juli nanti? Atau karena "kedewasaan" nya masih kurang untuk masuk SD? Saya hanya ingin tau, dan saya pikir lazim untuk masukan kami. Anaknya juga belum begitu mengerti. Guru TK nya hanya bilang, bahwa dia cerita kalo umurnya baru 5,5 tahun. Hehe. Anak ini memang luar biasa. Saya bukan kecewa juga rasanya dia tidak diterima. Kami sebagai orang tua tidak memaksakan atau menargetkan suatu prestasi untuk dia. Buat saya, diikuti saja. Dia bukan tidak pintar. Dia sudah pandai baca tulis. Mungkin emosinya? Entahlah. Buat saya, ini hanya suatu titik kecil saja. Suatu titik dimana dia diberi kesempatan belajar untuk menerima bahwa kadang sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Tapi bukan berarti ini suatu kegagalan, bukan. Ibu selalu bangga padamu, Nak. </p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-59709786688857735412016-03-08T17:08:00.001+07:002016-03-08T17:10:41.078+07:00On fire part 1<p dir="ltr">Untuk kalian yang meremehkan kami, memandang rendah kami, merasa lebih superior daripada kami. Terimakasih sudah membuat kami merasa direndahkan. That's what i call motivation. Thank you so much. </p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-65247248451092036012016-02-20T18:19:00.001+07:002016-02-20T18:19:40.740+07:00Part of life <p dir="ltr">Baru kali ini saya berpikir bagaimana harus mengatur keuangan dengan baik. Hidup di rantau, tinggal di kos, bayar tiap kali makan, semua harus saya pikirkan. Tadinya saya tidak terpikir tentang keuangan. Uang di tabungan saya kira-kira cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 7,5 bulan. Tapi ternyata di pertengahan kebutuhan kami sedang banyak. Hehe. Masih ada sih cukup uang untuk hidup bbrp bulan lagi di jakarta. Tapi melihat nilai nominal saldo tabungan, saya jadi berpikir lagi. Saya sampaikan ke suami. Seperti biasa, dia menanggapi dengan tenang. Begitulah suami saya, selalu menenangkan. Tadinya nominalnya 8 digit, setelah saya ambil untuk bayar kos tinggal 7 digit saja. Kebetulan suami juga sedang ada pengeluaran yang cukup besar. Bukan saya kuatir, bukan pula saya sedih, tapi ketika saya sampaikan ke suami, tidak terasa air mata ini mengalir tanpa henti. Tidak pernah berada pada situasi seperti ini sejak saya kecil. Sungguh saya tidak kuatir akan kekurangan uang. Saya lbh kuatir dengan suami. Entah kuatir kenapa. Mungkin saya kuatir menyusahkannya. I love you. Terimakasih untuk selalu menjaga dan memperlakukan istrimu dengan baik. Katanya, suatu saat ini jadi cerita untuk anak cucu kita nanti. I love you so much.</p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-300803607359635652016-01-28T06:20:00.001+07:002016-01-28T06:21:55.262+07:00Mau Marah? OK, tapi jangan kasar<p dir="ltr">Saya kadang merasa saya sudah sedikit berasa Jakarta. Sudah terlalu biasa mendengar orang marah atau dimarahi di sini. Seringkali saya tidak ambil pusing. Masuk telinga kanan dan di saat yang sama keluar telinga kiri. Saya mungkin sudah biasa dengan itu. Tapi ternyata saya tidak biasa mendengar kata-kata kasar. Begitu kata atau sikap kasar yang keluar, maka sesaat rasanya mata saya hampir berair. Marah boleh, tapi kata atau perbuatan kasar itu membekas di hati. Mungkin karena saya memang tidak terbiasa mendengar itu. Suami saya ataupun bapak ibu saya, bahkan mertua saya pun adalah orang-orang yang sangat halus dan baik perbuatan maupun kata-katanya. Saya menjadi tidak terbiasa dengan itu. Atau mungkin saya orang yang terlalu sensitif dan ambil hati. Entahlah. Tapi yang jelas sampai sekarang saya belum terbiasa. Dan tidak mau terbiasa. Semoga tidak. Alhamdulillah, terimakasih Ya Alloh sudah memberikan orang-orang yang baik di sekelilingku. Semoga Engkau selalu menjaganya.</p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-64921127038158455742016-01-23T17:28:00.001+07:002016-01-23T17:28:12.657+07:00Stase Jakarta<p dir="ltr">Stase Jakarta itu menyenangkan dalam segi ilmu dan ketertiban sebagai anak sekolah. Saya terus terang ngiri dengan sistem yang sangat tertata. Penghargaan terhadap PPDS juga cukup layak. Tetapi saya sebagai seorang ibu dan istri, stase Jakarta menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan dilihat dari segi keluarga. Menjadi dokter jantung adalah impian saya. Dan saya senang sekali bisa menjadi bagian pusat jantung di negeri ini. Tapi meninggalkan keluarga adalah terlalu berat. Aslam juga sudah mulai besar. Dia sudah mulai bisa menghibur ibunya ketika saya menangis ketika harus pergi lagi. Tapi sejak bayi, saya tidak pernah berpisah dengannya dalam waktu yang cukup lama. Saat dia bangun tidur, entah sudah sadar penuh atau belum, dia bertanya, "Ibu kapan selesai ke Jakarta?". Lalu sedihlah saya. Terimakasih sudah menjadi bagian yang tangguh dalam menggapai mimpi ibu. Entah apa jadinya kl suami tidak mendukung. Rasanya, saya bisa meninggalkan semua mimpi ini demi kalian berdua. Tapi kalian berdua mendukung ibu dengan sepenuhnya. I love you so much, dear ayah dan Aslam. Semoga Alloh melimpahkan barakahnya atas kita semua.</p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-72013852138621810662015-08-08T21:58:00.001+07:002015-08-08T21:58:12.006+07:00<p dir=ltr>Saya kemudian tersadar, bahwa semua orang mementingkan dirinya sendiri. Tidak peduli apapun. Entah sistem ini dibangun berdasarkan apa. Ternyata kebobrokannya mulai terlihat. Entah berapa lama bertahan seperti ini. Mereka yang punya kuasa tidak terpengaruh oleh peraturan. Sedangkan rakyat jelata hanya bisa trimo. Tidak bisa iri dengan imunitas itu, satu-satunya sikap adalah trimo. Orang salah tidak mau ditegur. Mereka yang patologis imun terhadap tugas. Sedangkan yang fisiologis jadi korban tumpukan tugas. Kami lebih baik daripada mereka yang lain? No, not really.</p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-29597139951301647442015-01-27T08:22:00.001+07:002015-12-26T19:09:28.102+07:00We love you always<p dir="ltr">Dunia terasa runtuh ketika kami mendengar berita kepergian kakak kami. Rasanya tidak percaya, dia terlalu muda untuk pergi, usianya baru menginjak 41 tahun. Ternyata tidak ada kata terlalu muda untuk dipanggil Nya. Dia pergi ketika rasanya kehidupan keluarga kami terasa sempurna tanpa cela. Mas Imi sudah lulus PPDS, dan sudah cukup mapan. Mas Mamat sudah mulai berjalan dengan usahanya. Bapak sudah tidak terlalu banyak beban. Rasanya bisa digambarkan ketika mendengar berita itu. Tidak percaya, dan tidak tahu lagi harus berbuat apa. Seingat saya bukan seperti ini rasanya ketika kami mendengar berita simbah dipanggilNya di usia 96 tahun. Waktu itu rasanya sedih, tapi juga bukan seperti ini. Rasanya tidak bisa lagi berpikir atau apa. Ternyata semua orang pantas dipanggilNya kapan pun.</p>
<p dir="ltr">Sampai sekarang saya cari-cari fotonya di saat-saat terakhir. Rasanya wajahnya masih sangat sehat. Dia tidak sakit. Ya, dia tidak sakit kata saya. Sungguh saya tidak percaya. Ternyata Alloh SWT menyayanginya lebih dari kami menyayanginya. Alhamdulillah dia pergi dalam keadaan yang sangat baik. Dia pergi di hari Jum'at, dia sudah pergi shalat Jumat hari itu. Tahun sebelumnya dia pergi umroh. Dan setelah itu, saya melihat kehidupan religinya semakin baik. Semoga mmg begitu. Ya Alloh, ampunilah dosa-dosanya, dan semoga Engkau memberi tempat yang terbaik di sisiMu.</p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-36617807904090506732015-01-15T14:40:00.001+07:002015-01-16T09:21:43.762+07:00Relativity<p dir=ltr>Waktu saya semester 0, saya lihat senior saya yang semester 3 sudah begitu senior. Sekarang begitu saya di tempat itu, bahkan lebih tinggi, saya tidak pernah merasakan bahwa saya sudah di posisi itu. Walaupun saya sekarang semester 4, saya tetap saja junior. Perkataan saya tidak ada artinya, bukan seperti fatwa-fatwa mereka yang beberapa semester di atas saya. </p>
<p dir=ltr>Dan hal ini sudah beberapa kali terjadi sejak saya semester 0. Entah mungkin memang ada tujuan khusus yang saya belum tahu, acara piknik menurut hemat saya merupakan acara yang diwajibkan utk tujuan mempererat persaudaraan, kurang lebih demikian. Tp bbrp kali saya mengusulkan agar acara piknik itu berupa family gathering, supaya tidak menzalimi anak dan suami kami yang punya hak di hari libur kami, tetapi tidak pernah disetujui. Saya tidak tau mengapa. Saat ini ketika ada acara demikian, saya juga tidak ingin ikut, suasana rumah sedang berduka dan lebih memilih untuk meluangkan hari libur untuk Aslam dan ayahnya, masih saja dianggap sebagai alasan yang tidak bisa diterima. Maaf ya Aslam, ibu sampai naik semester pun masih selalu jadi junior, tidak punya hak veto seperti senior ibu. </p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-32553768876761908952015-01-11T13:24:00.001+07:002015-01-11T13:24:58.652+07:00An insight<p dir=ltr>Apakah saya terlalu banyak dosa? Rasanya pikiran itu terngiang di kepala saya. Urusan yang awalnya saya pikir dimudahkan untuk saya, yang merasa terzalimi dalam beberapa hal, pada akhirnya terasa sama sekali tidak dimudahkan, penuh dengan hambatan, dan rasanya selalu ada saja hambatan. Hambatan itu bukan suatu kesengajaan orang atau karena kesalahan saya, tetapi rasanya itu tangan Tuhan. Saya jadi berpikir apakah akan berlanjut dengan urusan ini atau menyerah. Saya juga jadi berpikir apakah sebenarnya bukan orang lain yang menzalimi saya, tetapi mungkinkah saya yang menzalimi orang lain. Astaghfirullah..<br>
</p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-40628105210416261272014-11-01T22:22:00.001+07:002014-11-13T11:34:53.075+07:00Pengalaman khitan Aslam<p dir=ltr>Syukur Alhamdulillah tanggal 23 Oktober kemarin akhirnya Aslam sunat. Sudah lega sekali rasanya. Rasanya begitu berdebar-debar menunggu hari itu. Malam hari sebelum hari H rasanya tidak nyenyak tidur, terbangun tiap beberapa jam, dan jam 4 pagi sudah tidak terasa ngantuk seperti biasa. Aslam pun Alhamdulillah sangat kooperatif. Beberapa hari sebelumnya, kami sudah beritahu Aslam kalau dia mau dikhitan, dan dia bilang iya. Tadinya saya kuatir, karena saya pikir itu jawaban iya dari seorang anak yang tidak mengerti apa arti khitan. Kami bilang lagi sehari sebelum hari H. Kami bilang Aslam harus puasa dulu sebelum khitan, dan lagi-lagi ia jawab iya. Saya makin kuatir dia tidak tahu. Mengingat Aslam sangat aktif, kami kuatir dia tidak kuat menahan untuk tidak minum selama 6 jam. </p>
<p dir=ltr>Tapi malamnya, Aslam terbangun beberapa kali untuk minum, dan jam 4 pagi dia minum lagi, kami bilang, habis ini Aslam puasa sampai setelah sunat ya. Dia bilang iya. Aslam terbangun beberapa kali malam sebelum sunat untuk minum. Alhamdulillah Aslam tidak rewel. Kami sempat kuatir dia tidak kooperatif saat diinfus. Syukur Alhamdulillah dia sangat kooperatif sampai masuk ruang operasi. Aslam agak rewel ketika tersadar dari anestesi, mungkin masih setengah sadar. Minta pipis ke kamar mandi, tapi akhirnya tidak keluar, dan setelah itu tertidur lagi. Aslam terbangun ketika akan dipindah ke bangsal, dan sudah tidak rewel lagi. Dia tenang sekali, excited saat naik lift, excited dengan gelang pasien yg dipakai, excited dg infus. Sampe kamar kebetulan acara tv upin ipin, alhasil dia anteng. Langsung makan banyak. Hanya rewel saat akan pipis. </p>
<p dir=ltr>Alhamdulillah, rasanya sudah lega sekali. Aslam begitu kooperatif. Rasa trauma yang dikhawatirkan sebelumnya tidak ada. Bahkan dia excited sekali dengan pengalaman baru diinfus, jadi pasien, dipasang gelang pasien, sampai pengalaman naik lift. Bahkan dia mengingat nama perawat igd yang memasangkan gelang. </p>
<p dir=ltr>Mungkin memang begitu dunia anak2, menarik, apa yang menakutkan tidak diingat atau jadi hal yang traumatis, tapi yang diingat adalah pengalaman2 baru yang menarik untuknya. Alhamdulillah, sungguh syukur kami padaMu. Terimakasih Engkau mudahkan semuanya.</p>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkA7fDbJBxBul-rmJAlFvuYUPb8MsEECFaBPW54Y0f16xj0n0Te2Wx0oLg3K_uhw4uL86XJZTxlxVqqp2mTyj0g2Q8ioMoGfAdYc5Rt-gYXNgJc8Jh8kHi-KMa64UHWYx53yqftzbVEwAT/s1600/20141023_122219.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkA7fDbJBxBul-rmJAlFvuYUPb8MsEECFaBPW54Y0f16xj0n0Te2Wx0oLg3K_uhw4uL86XJZTxlxVqqp2mTyj0g2Q8ioMoGfAdYc5Rt-gYXNgJc8Jh8kHi-KMa64UHWYx53yqftzbVEwAT/s200/20141023_122219.jpg"> </a> </div>Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-25216611743267822332014-09-06T06:00:00.001+07:002014-09-06T06:00:39.920+07:00Jangan salahkan anak karena idelialisme yang hilang<p dir=ltr>Janganlah menyalahkan anak yang menyebabkan idelialisme hilang. Anak bukanlah alasan kita kehilangan idealisme saat sebelum punya anak. Bukan mengorbankan anak, tetapi bukan pula kehilangan idealisme kita. Saya ingat sekali bagaimana saya rela belajar semalaman di sela-sela anak tidur pada saat saya ujian ppds. Saat itu saya ingat Aslam sedang sakit. Kalau Aslam bangun, saya gendong dia dulu. Kalau dia tidur, saya sempatkan membaca. Di sela-sela menemani Aslam bermain pun, saya sempatkan untuk membaca sambil mengawasi. Sekarang, saya membuat tugas saat saya berada di rumah sakit, atau saat setelah Aslam tidur. Bukan pula tidak mengorbankan anak. Anak kita juga berkorban untuk kita. Maka hargailah pengorbanan anak dengan melakukan yang terbaik. Saya selalu percaya jika ada kemauan, pasti ada jalan. Demi kebaikan, lakukanlah kebaikan. Jangan mewariskan kebiasaan tidak baik, saya yakin apa yg kita lakukan, anak juga merasakan, dia ikut berjuang. Maka ibu2 yang sedang berjuang, mari kita wariskan sikap yang baik. Ingat, kita sekarang ibu. Ada anak yang selalu meneladani apa yg kita lakukan. </p>
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-81344025756986297902014-06-11T08:57:00.003+07:002014-06-11T08:57:56.236+07:00Happiness - Mernissi<i></i>“Happiness, she would explain, was when a person felt good, light, creative, content, loving and loved, and free. An unhappy person felt as if there were barriers crushing her desires and the talents she had inside. A happy woman was one who could exercise all kinds of rights, from the right to move to the right to create, compete, and challenge, and at the same time could be loved for doing so. Part of happiness was to be loved by a man who enjoyed your strength and was proud of your talents. Happiness was also about the right to privacy, the right to retreat from the company of others and plunge into contemplative solitude. Or sit by yourself doing nothing for a whole day, and not give excuses or feel guilty about it either. Happiness was to be with loved ones, and yet still feel that you existed as a separate being, that ou were not just there to make them happy. Happiness was when there was a balance between what you gave and what you took.”
― Fatema Mernissi, Dreams Of Trespass: Tales Of A Harem GirlhoodRisalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-75085533654901012612014-05-27T20:59:00.002+07:002014-05-27T20:59:36.011+07:00An eye for an ayeBagian terberat ketika kita merasa orang lain berbuat tidak baik kepada kita adalah menahan diri untuk tidak membalas berbuat yang tidak baik pula. Sebenarnya kalo direnungkan, membalas itu tidak ada gunanya. <i>An eye for an eye, and there will always be another eye and another eye</i>. Atau dengan kata lain, tidak akan ada ujungnya.
<i>"Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim</i> (QS. 42: 39-40)
Semoga Allah SWT mempermudah jalan kita.Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-37325653130409877422014-02-26T15:32:00.000+07:002014-02-26T15:32:45.624+07:00Late PostBeberapa tulisan late post, karena buka-buka laptop dan ketemu tulisan-tulisan waktu Aslam masih belum jalan, sebagian waktu masih belum ngomong. Sekarang ibunya jadi PPDS, ayahnya wirausaha untuk menemani Aslam dan ibunya, Aslam juga sudah sekolah <i>playgroup</i>, sudah sekolah tanpa ditunggui dan insya Alloh naik TK bulan Juli besok.
Selamat menikmati :)Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-10647735628834258312014-02-26T15:29:00.002+07:002014-02-26T15:29:31.831+07:00Wanita dan Bulan Ramadhan Ngambil-ambil, 4 Agustus 2011, 22.13
Ramadhan tahun ini Aslam sudah berusia 1 tahun. Masih menetek, tetapi sudah makan macam-macam walaupun masih agak terbatas. Tahun ini Alhamdulillah saya mulai bisa menjalankan ibadah puasa lagi. Rasanya memang berbeda menjalankan puasa waktu belum punya anak, punya anak usia 2 bulan, kemudian punya anak berusia 1 tahun. Pengalaman yang berbeda. Waktu belum punya anak, rasanya biasa saja, bisa leluasa menjalankan rutinitas ramadhan seperti tarawih bersama, subuh berjamaah di masjid, dan puasa seperti biasa. Tidak ada yang istimewa seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ramadhan tahun lalu, Aslam baru berusia kurang lebih 1,5 bulan. Waktu itu saya masih dalam keadaan nifas, tentunya saya tidak puasa. Pada hari ke 14 ramadhan, saya sudah bersih dari nifas. Dan masih menyusui tentunya. Tahun lalu rasanya ramadhan seperti bukan ramadhan, karena saya sama sekali tidak berpuasa. Rasanya masih repot sekali. Untuk tarawih saja harus curi-curi waktu pas Aslam tidur. Tadarrus, waktu itu entah saya sempat mengaji atau tidak. Malam hari masih harus bangun tiap 1-2 jam sekali karena Aslam pipis maupun mau menetek. Cape sekali waktu itu. Rasanya tidak punya waktu untuk diri sendiri. Apalagi saya sendiri, Ayahnya Aslam sudah ngantor lagi, walaupun kadang masih di rumah karena dinas di daerah Jawa Tengah. Yah, ramadhan yang tidak seperti ramadhan. Rasanya hampa, iman tidak disiram karena tidak punya kesempatan beribadah dengan leluasa.
Alhamdulillah tahun ini, saya masih diberi kesempatan untuk bertemu bulan ramadhan, dalam keadaan yang berbeda lagi, karena Aslam sudah 1 tahun. Walaupun saya belum bisa ikut tarawih berjamaah di masjid, tapi tahun ini saya punya lebih cukup waktu untuk salat tarawih, mengaji, membaca, bahkan masih sempat pula mengetik. Alhamdulillah.. Rasanya waktu menjadi begitu berharga kalau mengingat ramadhan tahun kemarin. Saya juga bisa ikut puasa seperti yang lain. Padahal tadinya saya awang-awangen membayangkan harus puasa sebulan penuh dengan kegiatan sebagai ibu dari seorang Aslam yang begitu aktif di usianya yang menginjak bulan ke 13. Tadinya saya berpikir apa saya masih dapat keringanan sebagai ibu menyusui.
Tahun kemarin, tadinya saya mau membayar fidyah untuk semua hutang puasa saya tahun lalu karena alasan menyusui. Tetapi kemudian kebetulan saya mendengar acara pengajian MTA bahwa fidyah adalah ganti puasa untuk ibu menyusui, sedangkan hutang puasa karena nifas adalah mengqadha puasa. Saya sempat mencari di buku fikih wanita. Akhirnya setelah berdiskusi dengan ayahnya Aslam, saya memutuskan untuk membayar fidyah hanya waktu saya menyusui tetapi sudah tidak nifas, artinya hutang puasa yang harus saya qadha tahun lalu karena nifas adalah 13 hari. Banyaknyaaa.. Saya lupa mulai mengqadha hutang puasa saya saat Aslam usia berapa, tetapi yang jelas dia sudah makan atau sudah keluar dari masa ASI eksklusif. Rasanya memang berat, tadinya saya sudah mau mutung, takut tidak kuat. Alhamdulillah sebelum puasa ramadhan tahun ini, hutang saya yang 13 itu sudah lunas.
Menurut saya, rasa berat menjalankan puasa (waktu saya mengqadha) adalah karena sugesti saja. Nyatanya saya bisa. Dan saya memang harus memotivasi diri saya sendiri bahwa saya mampu. Kalau menurut saya, menyusui apalagi anak sudah makan, tidak terasa lebih berat karena berpuasa. Saat puasa saja, saya bisa memerah ASI sama atau bahkan lebih banyak dibandingkan saat puasa. Biasanya kalau jaga, sekali perah saya cuma dapat 40 cc, walaupun kadang sampai 70 cc. Waktu puasa kemarin, saya dapat 70 cc. Alhamdulillah. Artinya, tidak ada masalah menyusui saat puasa. Aslam tetap menyusu seperti biasa, tidak terganggu, tetap tidur siang 1,5-2 jam. Yang menurut saya terasa lebih berat adalah momong anak usia 1 tahun yang sedang aktif-aktifnya main, mbrangkang, tetah, naik turun ke sana kemari. Gendong juga sudah begitu berat. Tetapi yakinlah, kalau kita yakin kita bisa, pasti kita akan mampu. Insyaallah. Tahun ini saya bertekad untuk menjalankan puasa, semoga saya bisa. Insyaallah Allah SWT memberi kemudahan.
Ramadhan hanya 1 bulan dalam 1 tahun, manfaatkan dengan sebaik-baiknya yang hanya 30 hari itu. Ramadhan memang mengajarkan kita supaya bisa memanage waktu sebaik-baiknya. Jangan sia-siakan selagi diberi kesempatan. Insya Allah.
Bismillahirrahmanirrahiim..
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-58901980347477705282014-02-26T15:26:00.000+07:002014-02-26T15:26:12.050+07:00Laporan Jaga 2014-2002Solo, 22 Februari 2014
Saya sebenarnya masih sangat marah dan tidak terima tidur saya yang baru sekitar 15 menit terbangun karena ada perawat marah-marah lewat telepon. Saya dimarahi karena dianggap tidak mau mengerjakan konsulan operasi pasien paviliun. Tapi memang bukan hak residen untuk menjawab konsulan paviliun, kecuali atas intruksi konsulen sebelumnya. Jadi, alurnya adalah dari pihak yang mengkonsulkan menelepon terlebih dahulu staf konsulen yang bersangkutan. Kalau residen diminta untuk memeriksa kemudian menjawab, itu baru kami lakukan. Tetapi belum apa-apa kami dimarah-marahi. Sebenernya pasti mereka malas untuk menelepon staf saja, begitu pikir saya waktu itu. Sehingga kami yang dijadikan sasaran kekesalan mereka. Yang saya tidak habis pikir adalah, mengapa saya ditelepon bukan untuk dikonfirmasi alur yang benar, tetapi mengapa langsung marah-marah. Ah sudahlah, syukur Alhamdulillah, saya waktu itu tidak terpancing menjawab dengan marah juga. Bukan saya banget kayanya. Apa mungkin karena saya sedang ngantuk-ngantuknya.
Saya sempat konfirmasi ke residen bedah, bukan yang bersangkutan sebenarnya, tetapi yang saya kenal cukup baik. Dia akan menyampaikan ke yang bersangkutan, tapi tetap membela diri karena stressor dari seniornya. Saya agak gak trima sebenarnya, apa posisi kami tidak sama? Bagaimana kalo konsulen saya tidak berkenan kalau kami mengerjakan pasien beliau tanpa instruksi dari beliau, apa itu namanya tidak melangkahi? Kami juga residen.
Dan yang membuat saya tidak habis pikir lagi, pasien dikonsulkan dengan diagnosis yang seharusnya tidak dikonsulkan cito. Close fracture itu setau saya elektif. Jadi saya dibangunkan dari tidur yang baru 15 menit dalam 24 jam terbangun untuk dimarah-marahi karena hal yang sifatnya bukan cito. Oh nooo, dimana etika? Dimana? Kami juga manusia biasa.
Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-78030143014395435692012-02-13T19:46:00.000+07:002012-02-13T19:50:18.557+07:00Tanggung Jawab SosialDengan maraknya jejaring sosial yg ada saat ini, semua orang menjadi lebih bebas berekspresi. Kadang-kadang saya merasa agak kebablasan. Mungkin memang itu spontan. Tetapi sebagai orang yang membaca, orang lain, dalam hal ini saya mungkin lebih bisa menilai kepatutannya untuk ditulis di forum terbuka yang bisa dibaca banyak orang. Tidak jarang saya membaca tulisan yang sifatnya agak tidak patut dibaca orang lain, karena isinya curhat tentang suami yg sepertinya lebih bagus kalo disampaikan langsung pada orang yang bersangkutan ketimbang dibaca orang banyak. Malu kan urusan rumah tangga jadi ketauan orang banyak. Atau mungkin kritik atau masukan ke orang tertentu, kadang malah tidak disampaikan secara langsung, tetapi malah ditulis lewat jejaring sosial yang notabene tidak tersampaikan ke orang yang bersangkutan. Ataupun kalau tersampaikan melalui orang lain, malah bisa terjadi kesalahpahaman satu sama lain. Contoh lain lagi, aib suami, saya ingat suatu saat saya pernah membaca status seorang teman yang tidak bisa tidur karena suami mendengkur. Bukan sesuatu yang besar. Tetapi aib suami kan harusnya kita tutupi. Ada lagi yang komentar atau statusnya agak rusuh (mesum) kalo orang jawa bilang. Walaupun hanya bermaksud untuk guyonan, tetapi saya yang membaca jadi merasa agak jijik dg orang yg menulis. Kadang sebenarnya hanya tersirat saja, tetapi tulisan itu menimbulkan penafsiran ke arah yang rusuh juga. Menurut saya, sama saja. Sempat terpikir jangan2 orang itu pernah berpikiran kotor ttg diri saya. Nauzubillah. Pernahkah terpikir bahwa apa yg mereka tulis itu nantinya mungkin terbaca oleh anak2 kita, apalagi jika yg menulis statusnya akan atau sudah punya anak.. Ayolah beri contoh yang baik untuk anak2 kita. Berkata dan bersikaplah yang santun. Kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita tulis dan kita lakukan. Saya juga bukan orang yang sempurna, hanya saja sebagai manusia kita berkewajiban untuk saling mengingatkan satu sama lain.Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-82021611921653706002011-12-20T20:22:00.002+07:002011-12-20T21:04:04.261+07:00Selamat Hari IbuOpick<br /> Satu Rindu ( Feat Amanda )<br /><br /> Hujan teringatkan aku<br /> Tentang satu rindu<br /> Dimasa yang lalu<br /> Saat mimpi masih indah bersamamu<br /><br /> Terbayang satu wajah<br /> Penuh cinta penuh kasih<br /> Terbayang satu wajah<br /> Penuh dengan kehangatan<br /> Kau ibu Oh ibu<br /><br /> Alloh izinkanlah aku<br /> Bahagiakan dia<br /> Meski dia telah jauh<br /> Biarkanlah aku<br /> Berarti untuk dirinya<br /> oh ibu oh ibu kau ibu<br /><br /> Terbayang satu wajah<br /> Penuh cinta penuh kasih<br /> Terbayang satu wajah<br /> Penuh dengan kehangatan<br /> Kau ibu<br /><br /> Terbayang satu wajah<br /> Penuh cinta penuh kasih<br /> Terbayang satu wajah<br /> Penuh dengan kehangatan<br /> Kau ibu oh ibu kau ibu<br /> oh ibu oh ibu<br /><br /> Hujan teringatkan aku<br /> Tentang satu rindu<br /> Dimasa yang lalu<br /> Saat mimpi masih indah bersamamu<br /> Kau ibu kau ibu kau ibu<br /><br />Lagu itu terdengar begitu mengharukan. Saat mendengarkan lagu itu, rasanya mata ini menjadi basah. Saat membicarakan ibu kita, terbayang sesosok wanita yang begitu hebat. Rasanya tidak satupun anak yang menyangkal bahwa ibu masing-masing begitu hebat. Bagaimana tidak, ibu saya misalnya. Beliau yang mengandung dan kemudian melahirkan kami bertujuh. Kemudian merawat kami bertujuh sampai dewasa. Bahkan setelah kami punya anak pun masih membantu kami merawat cucu. <br /><br />Saya yang baru hamil dan melahirkan satu kali saja sudah merasa begitu kepayahan dan kesakitan. Menjaga seorang anak juga ternyata bukan pekerjaan yang tidak melelahkan walaupun sebenarnya begitu menyenangkan.<br /><br />Sungguh pantas sekali kalau Allah SWT menaikkan derajatnya. <br /><br />Ibu saya yang ibu rumah tangga selalu membuat saya takjub karena kalau melihatnya seperti tidak kenal lelah. Tiap saya bangun subuh, saya sudah mendengar suara kompor dihidupkan. Semoga Allah SWT selalu memberinya kesehatan.Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-61906849444855170242011-11-17T21:03:00.000+07:002011-11-17T21:05:23.542+07:00Our Long Distance RelationshipNgambil-ambil, 7 Juli 2011<br /><br />Menjalani hubungan jauh-jauhan seperti ini (Long Distance Relationship) seperti ini bukanlah keinginan kami. Sampai saat ini, setelah 2 tahun menikah, saya rasanya tidak pernah terbiasa dengan ini. Saya masih selalu saja menangis ketika dia akan berangkat kerja lagi. <br /><br />Saya ingat waktu kami baru saja menikah, dia kerja di Sragen, saya mau berangkat jaga malam, malam itu dia tidak pulang ke Nguter, tapi ke tempat mertua di Jaten. Waktu itu saya menangis, karena saya sedih sekali tidak bisa bertemu dengannya untuk pertama kali semenjak kami menikah. Setelah menikah dia kerja beberapa bulan di Solo. Alhamdulillah, saya tidak langsung ditinggal:). Menjelang lebaran, saat mengantar suami yang akan berangkat ke Bandung naik pesawat, saya menangis lagi, karena ini pertama kalinya kami benar-benar berjauhan. Bahkan keluar dari bandara saya menangis. Malu sama tukang parkir, hehe. Apalagi mendapati sebungkus coklat dan sepucuk surat di tas saya, tangis saya rasanya benar-benar tidak mau berhenti. Katanya menepati permintaan saya supaya dia memberi saya surat cinta:D. Surat itu masih saya simpan rapi di kamar. <br /><br />Sampai beberapa bulan yang lalu, saat dia mulai bertugas di Banjarmasin, bisa dihitung berapa kali dia baru pulang setelah 2 minggu. Dia selalu pulang seminggu sekali. Kalau tidak pulang lebih dari seminggu, pasti saya sudah menangis ditelepon. Saat dia bertugas di Banjarmasin, mau tidak mau, saya harus merelakannya pulang lebih dari seminggu. Pertama kali, dia baru pulang setelah 3 minggu. Rasanya benar-benar jangka waktu yang lama. Tapi mau tidak mau saya harus belajar ikhlas menjalaninya. Walaupun rasanya begitu berat, tetapi entah mengapa setelah seminggu, dua minggu, dan sampai 3 minggu saat dia pulang, saya tidak menangisinya. Biasanya saya menangis kalau dia mau berangkat. Kalau saya menangis, dia bilang pada saya supaya saya sabar, insyaAllah demi masa depan kami:). Apalagi sekarang ada Aslam, jadi saya cukup terhibur sekarang, tidak terlalu kesepian. Mungkin dia lebih merana, karena sekarang ada Aslam yang menggemaskan dan selalu bikin kangen. <br /><br />Rasanya sekarang, mulai saat dia bertugas di Banjarmasin, saya belajar. Belajar bahwa, supaya hati saya sedikit semeleh, kata orang Jawa, saya harus banyak bersyukur dan bukan menyesali apa yang belum kami miliki sekarang. Dengan bersyukur dengan apa yang kami punya, hati rasanya lebih ayem dan rasanya Allah SWT memberikan saya tambahan kekuatan untuk menjalaninya. Banyak yang bisa saya syukuri. Suami masih rutin pulang paling tidak sebulan sekali. Sementara orang lain, ada yang suaminya pergi berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun baru pulang. Berarti saya lebih beruntung. Punya suami yang baik, sabar, perhatian, penyayang, insyaAllah shalih, tidak segan membantu mengerjakan tugas saya kalau dia pulang. Ganteng lagi. Saya tau dia selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk kami. Beruntungnya saya. Tidak semua suami seperti dia. Walaupun kadang-kadang tidak sesuai harapan, tapi secara keseluruhan saya tetaplah beruntung. Sayapun sering tidak sesuai harapannya. Manusiawi lah.. <br /><br />Tidak akan ada pasangan yang menyukai menjalani pernikahan jarak jauh, rasanya terlalu berat. Tapi saya tidak pernah menyesal menikah dengannya. Saya bersyukur sekali. Rasanya memang benar bahwa kita harus pandai-pandai bersyukur. Karena bersyukur rasanya membuat hidup kita lebih bermakna. <br /><br />Happy 2nd anniversary, Sayang. Maafkan istrimu yang masih harus banyak belajar ini. Terima kasih selalu memberi kesempatan untuk belajar jadi lebih baik.Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-21173016999085286882011-11-15T21:12:00.002+07:002011-11-15T21:41:12.319+07:00Anak yang "Gendongan"Saya ingat sekali sewaktu Aslam usia 2-6 bulanan, seringkali orang bertanya, baik itu saudara ataupun kawan, "Anak kamu gendongan?". Seringkali dulu waktu saya belum paham, saya juga merasa kesusahan ketika Aslam yang saya tidurkan sambil digendong, begitu saya letakkan di tempat tidur, beberapa saat kemudian terus bangun. Juga kalau sering digendong, seringkali kita mendengar pendapat seperti itu. Dalam pikiran saya waktu itu, saya sudah salah mengasuh anak saya. <br /><br />Tetapi ternyata seiring dengan waktu, tidak seperti pikiran saya itu. Lazim sekali kalau anak senang digendong. Menurut teori attachment parenting-nya Dr. Sears, menggendong anak adalah salah satu bagian dari attachment parenting. Dalam gendongan yang "cerdas" dia akan belajar dunia orang dewasa.<br /><br />Dan kenyataannya di kemudian hari, saat dia sudah mobile, misalnya sudah merangkak, jarang sekali dia meminta gendong. Kadang kita paksa gendong pun susah karena dia suka menjelajah. Jadi saya pikir, saat dia belum mobile, dia butuh orang untuk membawa dia supaya bisa mengamati berbagai hal menarik dari dunia orang dewasa. Tidur pun begitu, saat ini jarang sekali saya menidurkannya sambil digendong. Kalau saya gendong biasanya tidak akan lama malahan.<br /><br />Jadi, jangan takut menggendong anak kita:). Tidak akan membuat anak kita kurang aktif, tetapi malah sebaliknya.Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-10346189190060488352010-11-04T19:16:00.001+07:002010-11-04T19:19:29.860+07:00Pengen balik<span style="font-size:100%;"><span style="font-family: georgia;">Setelah sekian lama, pengen juga nulis2 lagi. Ternyata posting terakhir sudah 2 tahun yang lalu. Hwaaah.. seumur dengan kelulusan saya. Banyak sekali yang berubah. I'm now a wife and a mother of a wonderful boy. Alhamdulillah..<br /></span></span>Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-38035232443920541092008-06-02T19:21:00.003+07:002008-06-02T19:33:59.862+07:00my last 10-weeks clerkship<span style="font-size:85%;">Setelah 10 minggu, akhirnya aku bisa memulai tidur tanpa merasa was-was besok musti mandi pagi-pagi. He3.. Finally, stase 10 minggu terakhirku berakhir.. Lega.. Ternyata tidak seseram isu-isu yang beredar selama ini. Buktinya, 10 minggu stase anak lewat2 aja. Katanya pas jaga capenya minta ampun. Ya memang, capenya gak ketulungan. Tapi lewat2 saja. And i enjoyed it. Ya, saya cukup menikmatinya... Walaupun dapat pasien DSS. Tapi lewat2 saja.. (Walaupun syarat stase saya belum selesai semua :p). Entahlah, mungkin karena pasien infeksi outcomenya bagus. Yaa.. saya rasa benar, kalau kita sebaiknya melihat lebih dekat.. Seperti kata Sherina, .. dan kau bisa menilai lebih bijaksana..<br /></span>Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8651811914552722532.post-79638736942313962602007-12-27T19:56:00.000+07:002007-12-29T06:19:09.351+07:00Banjir<span style="font-size:85%;"><p>Ngambil-ambil, 26 Desember 2007</p><p align="justify">Pagi itu, saya terbangun seperti biasa, tidak ada yang spesial, hanya pagi itu hari hujan, bukan gerimis, tapi tidak pula hujan deras. Karena hari sebelumnya adalah libur natal, maka hari itu saya berangkat dari rumah nguter. Biasanya saya naik bis pagi-pagi ke solo karena harus segera berangkat ke RS. Tapi karena hujan, ibu menyarankan untuk bawa mobil saja. Awalnya, kupikir, saya akan bawa mobil bapak saja karena mobil bapak ada di posisi paling depan. Tapi karena jalan di depan rumah kami banjir, airnya tinggi menggenang, sekitar lutut mungkin, maka ibu menyarankan untuk bawa kijang saja. Thanks God and Ibu for that. <span class="insertedphoto"></span></p><p align="justify"><span class="insertedphoto"><a href="http://risalina.multiply.com/photos/hi-res/upload/R3PkegoKCnwAABxvPLo1"><img class="alignright" height="193" src="http://images.risalina.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/R3PkegoKCnwAABxvPLo1/DSCN5165.JPG?et=D9iqZ8h6I4QydKgKVXST0A&nmid=" width="234" border="0" /></a></span></p><p align="justify">Ternyata banjir gak cuma di sekitar desa saja. Setelah melewati jalan depan rumah kami yang tergenang air, ternyata di daerah Songgorunggi, di utara desa kami, ada lagi genangan air kira-kira setinggi lutut juga yang menggenang di jalan. Saya setir pelan-pelan lagi, rpm tinggi, begitu pesan bapak saat kami mau berangkat. Di depan nampak mobil antri panjang. Tapi saya masih belum tau apa yg ada di depan. Saya pikir, paling genangan air lagi. Ternyata memang benar, the next episode. He3.. Tapiii..yang ini lebih dahsyat saya, menurut saya. Air gak cuma menggenangi jalan. Arusnya deras sekali. Dan air tu kayaknya kok kental sekali. Jadi ngeri kelihatannya. Beberapa motor macet. Ada juga yang sempat terpeleset dan menjerit karena arusnya yang deras melintasi jalan raya (karena saya mengerem! Maaf ya, mbak. Soalnya motor di depan saya tiba-tiba mandek.)</p><p align="justify"><a href="http://risalina.multiply.com/photos/hi-res/upload/R3PlUQoKCnwAADVeLCE1"><img class="alignleft" style="WIDTH: 240px; HEIGHT: 168px" height="202" src="http://images.risalina.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/R3PlUQoKCnwAADVeLCE1/DSCN5167.JPG?et=RX3YSDbtsdNIZFxBzhIDYw&nmid=" width="274" border="0" /></a></p><p align="justify">Setelah lewat jembatan kepuh, air sudah lebih surut, walaupun masih ada episode lain di utara jembatan kepuh, yang memang biasanya mengalami banjir kalo hujan. Saya pikir, "ah, iki wis biasa. Biasane banjir juga kok di sini yen hujan." Jalan raya yang saya lewati sempat bersih dari air walaupun di sebelah kanan dan kiri air menggenang tinggi, termasuk juga di SMP 4 kepuh yang tempatnya di tepi jalan raya. Rasanya wis agak lega. </p><p align="justify">Di sebelah selatan terminal sukoharjo, air juga menggenang sampai ke jalan raya. Di satu bagian yang di tepi jalan adalah sawah, arus mengalir cukup deras juga. Tapi ini tetap gak sedahsyat di kepuh. <a href="http://risalina.multiply.com/photos/hi-res/upload/R3PmeQoKCnwAAEA5d0o1"><img class="alignright" style="WIDTH: 232px; HEIGHT: 180px" height="180" src="http://images.risalina.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/R3PmeQoKCnwAAEA5d0o1/DSCN5188.JPG?et=bmG58kjHu4d3%2BFdksSkUtg&nmid=" width="214" border="0" /></a></p><p align="justify">Setelah masuk kota, lega rasanya, soalnya bersih dari air. Gak ada genangan air. Kupikir, ke utara lagi, pastinya bersih lah yaa.. Wong jalannya gede, lapang lagi (Ta pikir2, ada hubungannya po? Ha3..) Ya, maksudku, wong jalannya lapang, mosok air mau menggenang di jalan raya. Eh, ternyata.. di daerah telukan, sekitar garasi bis Gunung Mulya, episode berikutnya (walah, kok masih bersambung!). Kata orang2 yang berpapasan dengan kami, air setinggi dada (nantinya, saya tau kalau itu agak berlebihan). Katanya, ada bis yang kebawa arus. Bah, gimana gak deg2an coba. Aku cuma berdua dengan cici, adikku. Walah piye ki, begitu pikirku. Orang-orang yang ada di tepi jalan menyarankan supaya kami balik saja. Haaah?? Baliiik?? Yang benar saja. Membayangkan jalan yang sebelumnya kami lewati, walah, yo nanggung banget. Akhirnya, nekat lah.. Beberapa mobil di depan kami sudah muter balik, katanya lewat jalan alternatif, ParangJoro, begitu kata bapak2 yang bawa mobil di depan kami. Saya akhirnya nekat lewat. Memang ngeri kelihatannya. Karena jalannya lapang, dan di kanan kiri ada sungai+sawah, jadi hamparan air terlihat begitu luas. Arusnya agak deras, tapi menurut saya, masih lebih deras yang di daerah Kepuh. Apalagi dibumbui dengan cerita kanan-kiri. He3.. Begitu lewat, legalah.. walaupun masih lewat 1 episode kecil lagi di daerah Cluringan, tapi gak seberapa. </p><p>Setelah lewat Solobaru, lega rasanya.. Solo Baru+Solo lebih bersih. Gak ada genangan air, walaupun di gang-gang kecil air setinggi dada.. Jadi, hari itu, Nguter-Solo kami tempuh selama 2 jam. Bonus deg-degan. He3.. Cukup sekali saja ya, gak mau lagi..</p></span><p class="multiply:no_crosspost"></p>Risalina Myrthahttp://www.blogger.com/profile/05664248747533389613noreply@blogger.com2