Showing posts with label ppds. Show all posts
Showing posts with label ppds. Show all posts

Thursday, 15 January 2015

Relativity

Waktu saya semester 0, saya lihat senior saya yang semester 3 sudah begitu senior. Sekarang begitu saya di tempat itu, bahkan lebih tinggi, saya tidak pernah merasakan bahwa saya sudah di posisi itu. Walaupun saya sekarang semester 4, saya tetap saja junior. Perkataan saya tidak ada artinya, bukan seperti fatwa-fatwa mereka yang beberapa semester di atas saya.

Dan hal ini sudah beberapa kali terjadi sejak saya semester 0. Entah mungkin memang ada tujuan khusus yang saya belum tahu, acara piknik menurut hemat saya merupakan acara yang diwajibkan utk tujuan mempererat persaudaraan, kurang lebih demikian. Tp bbrp kali saya mengusulkan agar acara piknik itu berupa family gathering, supaya tidak menzalimi anak dan suami kami yang punya hak di hari libur kami, tetapi tidak pernah disetujui. Saya tidak tau mengapa. Saat ini ketika ada acara demikian, saya juga tidak ingin ikut, suasana rumah sedang berduka dan lebih memilih untuk meluangkan hari libur untuk Aslam dan ayahnya, masih saja dianggap sebagai alasan yang tidak bisa diterima. Maaf ya Aslam, ibu sampai naik semester pun masih selalu jadi junior, tidak punya hak veto seperti senior ibu.

Sunday, 11 January 2015

An insight

Apakah saya terlalu banyak dosa? Rasanya pikiran itu terngiang di kepala saya. Urusan yang awalnya saya pikir dimudahkan untuk saya, yang merasa terzalimi dalam beberapa hal, pada akhirnya terasa sama sekali tidak dimudahkan, penuh dengan hambatan, dan rasanya selalu ada saja hambatan. Hambatan itu bukan suatu kesengajaan orang atau karena kesalahan saya, tetapi rasanya itu tangan Tuhan. Saya jadi berpikir apakah akan berlanjut dengan urusan ini atau menyerah. Saya juga jadi berpikir apakah sebenarnya bukan orang lain yang menzalimi saya, tetapi mungkinkah saya yang menzalimi orang lain. Astaghfirullah..

Saturday, 6 September 2014

Jangan salahkan anak karena idelialisme yang hilang

Janganlah menyalahkan anak yang menyebabkan idelialisme hilang. Anak bukanlah alasan kita kehilangan idealisme saat sebelum punya anak. Bukan mengorbankan anak, tetapi bukan pula kehilangan idealisme kita. Saya ingat sekali bagaimana saya rela belajar semalaman di sela-sela anak tidur pada saat saya ujian ppds. Saat itu saya ingat Aslam sedang sakit. Kalau Aslam bangun, saya gendong dia dulu. Kalau dia tidur, saya sempatkan membaca. Di sela-sela menemani Aslam bermain pun, saya sempatkan untuk membaca sambil mengawasi. Sekarang, saya membuat tugas saat saya berada di rumah sakit, atau saat setelah Aslam tidur. Bukan pula tidak mengorbankan anak. Anak kita juga berkorban untuk kita. Maka hargailah pengorbanan anak dengan melakukan yang terbaik. Saya selalu percaya jika ada kemauan, pasti ada jalan. Demi kebaikan, lakukanlah kebaikan. Jangan mewariskan kebiasaan tidak baik, saya yakin apa yg kita lakukan, anak juga merasakan, dia ikut berjuang. Maka ibu2 yang sedang berjuang, mari kita wariskan sikap yang baik. Ingat, kita sekarang ibu. Ada anak yang selalu meneladani apa yg kita lakukan.